Rabu, 09 September 2015

Sepotong Kisah Cinta tak Sempurna

Advertisement


Aku tidak tahu bagaimana memulainya. Sebagai seorang penulis, aku pikir dapat mengungkapkannya lewat tulisan namun nyatanya butuh waktu berjam-jam agar dapat merangkai kata-kata ini sejak kamu pergi sore tadi.

Kurang lebih tiga tahun lalu ketika kita bertemu. Masih terngiang di benakku, kala itu didepan perpus sebuah sekolah kita bertemu. “BRAM” begitu kamu menyebutkan nama, sementara aku menjabat tanganmu erat menawarkan senyum tanda pertemanan. Entah sejak kapan setelah itu, mungkin dua atau bahkan tiga tahun lalu, aku jatuh cinta padamu.

I am not beautiful, I am not skinny, I am not smart, and I am not even match to the girls around you. Sejak awal aku tidak ingin jatuh, tapi entahlah semakin sering bertemu aku makin suka berada di dekatmu.

Nizar, salah satu teman kita, pernah mengatakan “ I think you’re in love with that guy. It is clear from the way you see him, your eyes sparks more than usual”. Tentu kala itu aku menepisnya , tapi kiranya aku tak pernah berhasil sebab nyatanya aku memang jatuh.

Jangan pernah bertanya apa yang membuatku menjatuhkan pilihan sebab hingga saat karangan panjang ini ditulis aku tak pernah menemukannya. Ah, entahlah tapi memang begitu adanya.

Memutuskan menerima bahwa aku jatuh cinta padamu bukanlah perkara mudah. Butuh waktu cukup lama, butuh melewati beberapa lelaki lain, butuh berbagai pertimbangan, sebelum aku menyetujuinya. Well, pada akhirnya I admit loving you, though.

Mencintai kamu bagiku bukanlah hal yang mudah dilakukan, sugar. Sampai tiga tahun berlalu aku bukanlah orang yang bisa memahamimu dengan baik. Aku tidak tahu apa yang kamu suka, aku tidak tahu apa yang kamu benci, aku tidak tahu apa yang kamu inginkan. Seringkali aku justru tahu dari teman-teman kita – padahal kala itu ragamu sedang berada di dekatku. Tahukah kamu bahwa aku sedih mendengar kenyataan ini? I feel like I am not anyone to you.

Mencintai kamu bukan perkara mudah mengingat kamu adalah sosok yang cukup populer. Bukan hanya karena kegemaran kita tidak sama, namun juga karena kamu hampir selalu dikelilingi perempuan-perempuan manis. Jika kamu tahu, aku mencemburui setiap perempuan yang dapat mengenalmu dan bertukar pesan denganmu dengan lancar. Sementara aku, we’re chatting like strangers to each other.

Asal kamu tahu, hingga saat ini aku belajar untuk memahamimu. Aku belajar untuk membaca setiap isyarat yang kamu berikan dan berusaha menerjemahkannya. Tapi lagi-lagi aku gagal, aku gagal menjadi orang yang mengerti kamu.

Entah berapa kali terjadi hal yang aku merasa itu salahku. Pada suatu hari ketika kita berencana main ke Bromo misalnya, kita sempat nyasar dan aku merasa sangat bersalah untuk itu. Terlebih ketika pulang aku tidak tahu kalau kamu sakit parah, menyedihkan ‘kan?

I am not perfect, sugar, and I will never be able to be the perfect girl you want. Tetapi aku mengatakannya sekali lagi, I always try my best to fit your preference. Meskipun pada akhirnya, tetap saja aku tak mampu mengalahkan perempuan manis yang ada didekatmu.

Satu-satunya cara yang bisa aku lakukan adalah membantumu menyelesaikan tugas akhir studi sarjanamu; tentu saja karena itulah satu-satunya hal yang mungkin bisa aku lakukan. Untuk ini aku ingin meminta maaf sebab aku seringkali merasa jahat karena memaksamu melakukan banyak hal yang tidak ingin kamu lakukan. Maaf karena aku tidak tahu lagi bagaimana cara menunjukkan sayangku.

Lalu kini September 2015 datang, dan kamu telah menyelesaikan studi dengan baik. What else I can do? Aku mencari-cari cara agar bisa membantumu, namun akhirnya aku tersadar jika mungkin aku sedang berada di jalan buntu. Berakhirnya beban tugas akhirmu membuatku kelimpungan merasa insecure; iya, aku takut kamu menghilang.

Jauh di hati aku berharap kamu melihat semua ini, but who am I to wish something like that?  Aku (setidaknya itu yang ada dalam pikiranku)  bukan siapapun yang dapat berharap lebih untuk sesuatu yang menyangkut perasaanmu ‘kan? Perhaps you think I am pathetic, huh? Well yes, I admit that I am pathetic.

Mungkin bagi beberapa orang rasa ini terlalu bertele-tele (untuk ukuran perempuan dewasa muda sepertiku)tapi tahukah kamu bahwa memberikan isyarat bukanlah hal yang tidak aku lakukan. Beberapa kali aku mencoba memberikan pertanda, namun tetap saja aku tidak tahu bagaimana kamu menerjemahkannya.

Kamu ingat ulang tahunmu yang ke-24 di awal tahun ini? Aku hampir tidak tidur membuatkan makanan yang mungkin kupikir kamu bakal menyukainya. Toh pada akhirnya lagi-lagi aku gagal memberikan kejutan manis. Jika diingat-ingat ada beberapa pertanda lain yang sudah kuisyaratkan namun entahlah aku tak pernah tahu apa yang kamu pikirkan.

Mengetahui pandanganmu tentangku adalah satu hal yang sangat aku harapkan beberapa waktu ini. Sayangnya, aku terlalu takut menghadapi kenyataan. Perasaanku mengatakan bahwa sepertinya kamu hanya menganggap  “kita” adalah teman, no more than that. Every time I think of it I feel like I am torn apart; my heart breaks to pieces, in case you care to know.

Lalu, semua berawal dari awal bulan ini saat terakhir kita bertemu. Tanggal 27 Agustus 2015 sepertinya kamu baik-baik saja. Aku ingat hari itu aku bertemu denganmu, aku bahkan sempat tersenyum melihatmu terlelap sebelum aku pergi meninggalkan rumahmu.

Beberapa hari setelah itu masih terngiang kejadian kamu kehilangan dompetmu,namun kamu tidak mengatakan apapun padaku padahal hari itu hampir seharian kita bersama. Kamu diam dan asyik dengan game-mu sementara aku seperti biasa hanya berada di sampingmu menemani hingga malam. Tahukah kamu saat itu (sebelum aku pulang) aku marah padamu; aku sebal karena aku melihat kamu chat dengan seorang perempuan (yang kamu bilang partner). Aku melihat saat dia mengirimkan fotonya padamu. Kamu tahu, aku cemburu.

Dua minggu telah berlalu hingga sore tadi kita beberapa detik bertemu. I felt slight change in you. I felt like you were so far away from me. It seemed like you were in rush and you didn’t want to meet me. Was my feeling true? Setelah kamu berpamitan tadi, aku cepat-cepat mengirimkan chat ke kamu.  I texted “It is good to see you okay”, aku berharap ada balasan dan dapat menepis semua pikiran jelek tadi. Semenit dua menit aku menunggu, namun tetap tak ada balasan darimu. Lalu, inikah jawabanmu atas tiga tahunku? Harus seperti inikah aku mundur dan berlalu?

Aku tak memahami apa yang sedang terjadi diantara kita saat ini, apakah kamu sudah bosan denganku? Ataukah kamu sudah menemukan perempuan lain? Entahlah, mengingatnya membuat semua sakit.

Aku menulis semua ini bukan karena aku ingin merasa dikasihani, aku tidak ingin seperti itu. Aku juga tidak pernah ingin membuat semua orang merasa kamu pihak yang jahat dan aku yang dijahati, sebab aku tahu semua hal ini terjadi karena aku dan kamu sama-sama menyetujui. Well, perhaps I am too much in involving my heart. 

I had never regretted everything we once shared. Tetapi, satu hal yang terakhir yang ingin kamu tahu dan semoga bisa tersampaikan. Aku ingin mengatakan didepanmu aku mencintaimu dan aku tak menyesalinya.  

Sepotong Kisah Cinta tak Sempurna Rating: 4.5 Posted By: dyah laili

0 komentar:

Posting Komentar